Ilmu Nahwu
Secara bahasa memiliki arti seperti atau misalnya (Kamus Al
Munawwir).
Secara istilah, Nahwu adalah ilmu tentang pokok, yang bisa
diketahui dengannya tentang harkat (baris) akhir dari suatu kalimat baik secara
i’rab atau mabniy.
Baris atau harkat yg dimaksud disini adalah baris atau harkat
terakhir dari suatu kata, contoh Alhamdu, maka yg dibahas dalam ilmu nahwu
adalah harkat terakhir yaitu dhammah dari kata du)
Ilmu Shorof
Secara bahasa memiliki arti perubahan kata (kamus Al Munawwir)
Secara istilah shorof adalah perubahan bentuk kata dari bentuk
yang satu ke bentuk yang lain. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, kita bisa
menggunakan kata teman, berteman, pertemanan, menemani, ditemani. Maka begitu
juga dengan Bahasa Arab.
Sejarah Ilmu Nahwu
Banyak hal yang menyebabkan ilmu nahwu disusun. Secara umum sebab
nya adalah seputar kekeliruan orang-orang Arab pada bahasa mereka yang
disebabkan bercampurnya mereka dengan orang-orang ‘ajam (non Arab) yang masuk
islam sehingga mempengaruhi tata bahasa mereka.
Diantara penyebab utama disusunnya ilmu nahwu adalah:
- Pada masa Rasulullah diriwayatkan bahwa ada
seseorang yang keliru bahasanya, maka Rasulullah bersabda: “Bimbinglah
saudura kalian ini.. Sesungguhnya dia tersesat”
- Berkata Abu Bakar Ash Shidiq: “Aku lebih
menyukai jika aku membaca dan aku terjatuh dari pada aku membaca dan aku
keliru”
- Pada masa Umar bin Khattab, bahasa yang keliru di
kalangan orang arab semakin menjamur. Hal ini disebabkan karena perluasan
daerah kekuasaan Islam sehingga banyak orang-orang ‘ajam yang masuk
islam.
Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi:
1. Umar melewati suatu kaum yang buruk lemparan (tombak) nya maka
beliau mencela mereka. Mereka pun menjawab:
إِِنَّا قَوْمٌ مُتَعَلِّمِيْنَ
(Makna yang mereka inginkan adalah: “sesungguhnya kami adalah kaum
terpelajar”. Akan tetapi mereka keliru karena yang benar إِنَّا قَوْمٌ مُتَعَلِّمُوْنَ dengan merofa’kan kata “مُتَعَلِّمِيْنَ”)
Umar berpaling dari mereka karena marah dan berkata:”Demi Allah
kesalahan kalian pada lisan kalian lebih berat menurutku daripada kesalahan
kalian pada lemparan (tombak) kalian“.
2. Abu musa Al Asyari mengirimkan surat kepada amirul mukminin
Umar bin Khathab yang tertulis di situ kalimat
مِنْ اَبُوْ مُوْسَى
إِلَى أَمِيْرِ المُؤْمِنِيَْنَ عُمَرٍ بْنِ الخَطَّابِ
(Dari abu musa kepada Amirul mukminin Umar bin Khathab.
Namun secara kaidah bahasa, kalimat yang tepat مِن اَبِيْ مُوْسَى
dengan menjarkan kata “اَبُوْ”
Umar membalas surat tersebut dengan: “Sebaiknya kau cambuk Juru
tulis mu (karena keliru)”. Juru tulisnya adalah Abul Hushain Al Anbary.
3. Seorang laki-laki dari gurun (badui) masuk Islam dan meminta
diajarkan sesuatu dari Al Quran. Kemudian seorang kaum muslimin membacakan awal
surat At Taubah:
أَنَّ اللّهَ بَرِيءٌ
مِنَ المُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلِهِ
“…bahwa Sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari
orang-orang musyrikin..”(
At Taubah : 3)
Akan tetapi orang tersebut membacanya sebagai berikut:
أَنَّ اللّهَ بَرِيءٌ
مِنَ المُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلِهِ
Yaitu dengan mengkasrahkan kata رَسُوْلُ”” sehingga artinya berubah menjadi “bahwa
sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrikin dan RasulNya.”
Berkatalah orang badui tersebut: “Apakah benar bahwa Allah
berlepas diri dari Rasul Nya? Demi Allah aku akan berlepas diri dari
orang yang Allah berlepas diri darinya.”
Ketika Umar mengetahui hal tersebut, ia mengutus seseorang ke
orang tersebut dan membenarkan bacaannya dan Ia berseru kepada manusia:”Hendaknya
seseorang tidak membaca Al Quran kecuali ia mengetahui bahasa Arab”.
Ini adalah beberapa contoh kekeliruan-kekeliruan yang terjadi pada
orang-orang arab disebabkan bercampurnya mereka dengan orang-orang non-Arab.
Kekeliruan ini tidak bisa dibiarkan karena dapat merusak pemahaman
kaum muslimin terhadap Al Quran sebagaimana contoh yang disebutkan di atas.
Oleh karena itu, ilmu nahwu disusun agar memudahkan seseorang dalam mempelajari
kaidah-kaidah bahasa Arab sehingga tidak keliru dalam memahami kalimat bahasa
Arab.
Pencetus Ilmu Nahwu
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama nahwu tentang siapa
pencetus ilmu nahwu. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa pencetus ilmu
nahwu adalah:
1. Amirul mu’minin Ali bin Abi Thalib
2. Abul Aswad Ad Du’aly atas perintah dari Khalifah Umar bin
Khathab
3. Abul Aswad Ad Du’aly atas perintah Khalifah Ali bin Abi Thalib
atau atas perintah Ziyad Pemimpin Bashrah atau Abul Aswad sendiri yang
mencetuskan nya yang dipicu oleh percakapan antara beliau dan anak perempuan
nya.
Berkata anaknya: “wahai ayahku.. مَا
أَحْسَنُ السَّمَاءِ (Apa yang
paling indah dari langit?)” –
dengan merofa’kan (membaca dhammah) kata ” أَحْسَنُ ” dan
menjarkan (membaca kasrah) kata “السَّمَاءِ“ .
Beliau pun menjawab:”Bintang-bintangnya”. Anaknya pun berkata:”Aku
bukannya bertanya wahai ayah.. tetapi aku sedang merasa takjub..”.
Beliau pun menjawab:“Kalau begitu seharusnya yang kamu ucapkan
adalah.. مَا أَحْسَنَ السَّمَاءَ (betapa langit yang indah!)” – dengan membaca fathah kata “أَحْسَنَ ”
dan “السَّمَاءَ “.
4. Abdurrahman bin Humuz Al A’raj
5. Nashr bin ‘Ashim Al Laitsy
Pendapat yang paling kuat dari pendaat-pendapat di atas adalah
pendapat yang menyebutkan bahwa pencetusnya adalah Abul Aswad Ad Du’aly atas
perintah dari Khalifah Ali Bin Abi Thalib ketika terjadi banyak kekeliruan
orang arab terhadap bahasa nya sendiri khususnya kekeliruan mereka dalam
membaca Al Quran dan Hadits.
Begitulah sejarah lahir nya ilmu nahwu dimana bisa kita baca
dengan jelas bahwa tujuan utamanya adalah agar kaum muslimin dapat membaca Al
Quran dan Hadits dengan benar sehingga bisa memahami maksud yang terkandung di
dalamnya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
“”Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa
Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf : 2)
Imam Syafi`i rahimahullah berkata, “Manusia tidaklah menjadi bodoh
dan berselisih kecuali ketika meninggalkan bahasa Arab dan cenderung kepada
bahasa Aristoteles (bahasa orang barat).” [Siyaru A’lamin Nubala, 10/74]
Benarlah perkataan penyair yang berkata:
النَّحْوُ أَوْلَى أَوَّلاً أَنْ
يُعْلَمَ.. إِذْ الكَلاَمُ دُوْنَةُ لَنْ يُفْهَمَ..
(Ilmu nahwu adalah hal pertama yang paling utama untuk
dipelajari.. karena perkataan tanpanya, tak dapat dipahami..)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar